#

Tirai Menurun

Fiksi

Jenis Bahan

Monograf

Judul Alternatif

-

Pengarang

Nh Dini (Pengarang)

Edisi

-

Pernyataan Seri

-

Penerbitan

Jakarta : Gramedia pustaka utama, 1993

Bahasa

Indonesia

Deskripsi Fisik

464 halaman ; 21 cm.

Jenis Isi

teks

Jenis Media

tanpa perantara

Penyimpanan Media

volume

ISBN

9795118498

ISSN

-

ISMN

-

Bentuk Karya

Fiksi (tidak dijelaskan secara khusus)

Target Pembaca

Remaja

Catatan

-


Abstrak

Orang-orang tua sering berkata, lelaki diharapkan tidak menangis. Tangis itu mengurangi keperwiraan. Setetes air mata yang jatuh ke bumi bisa menyebabkan bumi menjadi sangar, tidak subur. Kesedihan tidak untuk dipampangkan kepada semua orang. Itu adalah sesuatu yang seharusnya diimpit-diindit, diselinapkan di balik lapisan penutup. Karena kesedihan adalah hal yang sangat pribadi, seperti rahasia, harus disembunyikan dari pandang orang lain. Namun, ketika Pak Cokro—pimpinan kelompok wayang orang Kridopangarso meninggal, Wardoyo tidak hanya mengeluh. Dia menangis. Kepergian Pak Cokro membuat kelompok wayang orang itu limbung. Kehidupan orang-orang yang bergiat di Kridopangarso semakin kewalahan di tengah kondisi masyarakat serbasulit. Tak terkecuali bagi Wardoyo, Sumirat, Kintel, dan Kedasih—empat tokoh yang menggerakkan cerita dalam novel ini. Tirai Memurun ditulis Nh. Dini dengan menggunakan pembabakan pentas wayang orang. Kisah keempat tokoh tersebut dimulai ketika Republik Indonesia Serikat baru kembali menjadi negara kesatuan. Empat tokoh tersebut sekaligus wakil dari arus perpindahan penduduk dari kawasan pedesaan ke kawasan urban, yakni Semarang. Seperti seorang dalang, Nh. Dini membuka tirai, melakonkan wayang, menghidupkan cerita, dan memotret kondisi sosial masyarakat pada masa itu.

No. Barcode No. Panggil Lokasi Perpustakaan Lokasi Ruangan Kategori Akses Ketersediaan
00000000242 K.53.1301 PDS HB Jassin
Perpustakaan Pusat
PDS HB Jassin Lt.7 - Ruang Koleksi lantai 7 Koleksi Umum Baca di tempat Tersedia
No. Nama File Nama File Format Flash Format File Aksi
Tidak ada data.
Tag Ind1 Ind2 Isi
001 INLIS000000000000070
005 20240717030837
035 # # $a 0010-0724000070
007 ta
008 240717################d##########1#ind##
100 0 # $a Nh Dini$e Pengarang
245 1 # $a Tirai menurun /$c Nh Dini
300 # # $a 464 halaman ; $c 21 cm.
082 # # $a 813 [23]
084 # # $a K.53.1301
264 # # $a Jakarta :$b Gramedia pustaka utama,$c 1993
336 # # $a teks$2 rdacontent
337 # # $a tanpa perantara$2 rdamedia
338 # # $a volume$2 rdacarrier
520 # # $a Orang-orang tua sering berkata, lelaki diharapkan tidak menangis. Tangis itu mengurangi keperwiraan. Setetes air mata yang jatuh ke bumi bisa menyebabkan bumi menjadi sangar, tidak subur. Kesedihan tidak untuk dipampangkan kepada semua orang. Itu adalah sesuatu yang seharusnya diimpit-diindit, diselinapkan di balik lapisan penutup. Karena kesedihan adalah hal yang sangat pribadi, seperti rahasia, harus disembunyikan dari pandang orang lain. Namun, ketika Pak Cokro—pimpinan kelompok wayang orang Kridopangarso meninggal, Wardoyo tidak hanya mengeluh. Dia menangis. Kepergian Pak Cokro membuat kelompok wayang orang itu limbung. Kehidupan orang-orang yang bergiat di Kridopangarso semakin kewalahan di tengah kondisi masyarakat serbasulit. Tak terkecuali bagi Wardoyo, Sumirat, Kintel, dan Kedasih—empat tokoh yang menggerakkan cerita dalam novel ini. Tirai Memurun ditulis Nh. Dini dengan menggunakan pembabakan pentas wayang orang. Kisah keempat tokoh tersebut dimulai ketika Republik Indonesia Serikat baru kembali menjadi negara kesatuan. Empat tokoh tersebut sekaligus wakil dari arus perpindahan penduduk dari kawasan pedesaan ke kawasan urban, yakni Semarang. Seperti seorang dalang, Nh. Dini membuka tirai, melakonkan wayang, menghidupkan cerita, dan memotret kondisi sosial masyarakat pada masa itu.
600 # 4 $a Dini, Nh, 1936-2018
650 # 4 $a fiksi
990 # # $a PDS013840