#

Cerbung Derai Cemara Mempercepat Kelam Bagian 32

Setiawan, Yati

Jenis Bahan

Kliping

Judul Alternatif

-

Pengarang

Yati Setiawan (Pengarang)

Edisi

-

Pernyataan Seri

-

Penerbitan

Surabaya : Jawa Pos, 1996

Bahasa

-

Deskripsi Fisik

1 halaman : ilustrasi ; 25 cm

Jenis Isi

teks

Jenis Media

tanpa perantara

Penyimpanan Media

lembar

ISBN

-

ISSN

-

ISMN

-

Bentuk Karya

Tidak ada kode yang sesuai

Target Pembaca

Tidak ada kode yang sesuai

Catatan

-


Abstrak

Artikel Cerbung derai cemara mempercepat kelam bagian 32, Pada bagian ke-32, cerita menyoroti kegamangan dan kerendahan hati tokoh “aku” dalam menghadapi tuntutan tanggung jawab dan ekspektasi orang lain. Dialog dengan Jeng Popi memperlihatkan sikap pasrah sekaligus hormat terhadap wewenang Pak Edo, menandakan bahwa keputusan penting tidak sepenuhnya berada di tangannya. Tokoh “aku” dengan jujur mengakui keterbatasan diri—merasa pikirannya bebal dan tumpul, belum mampu melahirkan rancangan seperti yang diharapkan. Namun, di balik pengakuan itu, senyum yang ia berikan mencerminkan tekad untuk terus belajar dan mengasah diri. Bagian ini menegaskan konflik batin tentang kepercayaan diri, proses pendewasaan, dan upaya bangkit dari rasa tidak mampu.

No. Barcode No. Panggil Lokasi Perpustakaan Lokasi Ruangan Kategori Akses Ketersediaan
00000127437 H.40.979 PDS HB Jassin
Perpustakaan Pusat
PDS HB Jassin Lt.7 - Ruang Koleksi lantai 7 Koleksi Umum Baca di tempat Tersedia
No. Nama File Nama File Format Flash Format File Aksi
Tidak ada data.
Tag Ind1 Ind2 Isi
001 INLIS000000000036916
005 20251228025740
035 # # $a 0010-1225002190
007 ta
008 251228################|##########|#|##
082 # # $a 813 [23]
084 # # $a H.40.979
100 0 # $a Yati Setiawan$e Pengarang
245 1 # $a Cerbung derai cemara mempercepat kelam bagian 32 /$c Yati Setiawan
300 # # $a 1 halaman : $b ilustrasi ; $c 25 cm
650 # 4 $a Fiksi Indonesia
520 # # $a Artikel Cerbung derai cemara mempercepat kelam bagian 32, Pada bagian ke-32, cerita menyoroti kegamangan dan kerendahan hati tokoh “aku” dalam menghadapi tuntutan tanggung jawab dan ekspektasi orang lain. Dialog dengan Jeng Popi memperlihatkan sikap pasrah sekaligus hormat terhadap wewenang Pak Edo, menandakan bahwa keputusan penting tidak sepenuhnya berada di tangannya. Tokoh “aku” dengan jujur mengakui keterbatasan diri—merasa pikirannya bebal dan tumpul, belum mampu melahirkan rancangan seperti yang diharapkan. Namun, di balik pengakuan itu, senyum yang ia berikan mencerminkan tekad untuk terus belajar dan mengasah diri. Bagian ini menegaskan konflik batin tentang kepercayaan diri, proses pendewasaan, dan upaya bangkit dari rasa tidak mampu.
600 1 4 $a Setiawan, Yati
264 # # $a Surabaya :$b Jawa Pos,$c 1996
336 # # $a teks$2 rdacontent
337 # # $a tanpa perantara$2 rdamedia
338 # # $a lembar$2 rdacarrier
990 # # $a PDS010337-133