#

Di Tepi Kali Bekasi

Fiksi Indonesia

Jenis Bahan

Monograf

Judul Alternatif

-

Pengarang

Pramoedya Ananta Toer (Pengarang)

Edisi

Cetakan pertama

Pernyataan Seri

-

Penerbitan

Jakarta : Lentera Dipantara, 2003

Bahasa

Indonesia

Deskripsi Fisik

266 halaman : ilustrasi ; 19 cm.

Jenis Isi

teks

Jenis Media

tanpa perantara

Penyimpanan Media

volume

ISBN

979-97312-2-9

ISSN

-

ISMN

-

Bentuk Karya

Fiksi (tidak dijelaskan secara khusus)

Target Pembaca

Umum

Catatan

Lewat novel ini Pramudya ingin menjungkirkan cara pandang konvensional dalam melihat wacana sejarah revolusi Repúblik yang selalu menempatkan militer dan para jenderalnya sebagai kubu heroik dan pahlawan. Adapun tokoh-tokoh anonim yang tak memiliki aksesibilitas ke penulisan sejarah Istana, tersingkir dan lenyap. Mereka adalah kaum yang kalah dalam neraca sirkulasi kekuasaan. Pram berusaha menempatkan tokoh-tokoh anonim itu sedemikian rupa di tempatnya yang layak Tak ayal lagi perdekatan ini merupakan salah satu usaha yang brilian untuk melawan pendekatan sejaran yang selama ini tak pernah memperhitungkan pelbagai peristiwa yang sudah bilang (countless loss events), termasuk peristiwa-peristiwa sepele betulan, kekanak-kanakan, romansa cinta, yang mengiringi hiruk-pikuknya evolusi. Dalam novel ini, tokoh-tokoh anonim itu diwakili sejumlah kaum muda yang gagah-gagah. Farid, anak muda balia, adalah protagonis yang walaupun labil namun memiliki semangat membara untuk membela tanah air. Di tengah desakan kehidupan pragmatis yang dipinta dan diderakkan ayahnya, Farid melangkah tegar untuk membuktikan keyakinannya baliwa anak anuda juga bisa melakukan sesuatu untuk kepentingan bangsa dan negara. Dalam percakapan Farid dengan ayahnya kita melihat adanya distingsi yang tajam antara aktor aktor drama revolusi. Farid direpresentasikan Pramoedya sebagai anak muda yang progresif, sedangkan ayahnya adalah representasi dari Angkatan Tua yang memiliki sikap lembek dan hanya mengais untung dan titip nama dalam ritus panen pascarevolusi. Di sini, Angkatan Tua ditempatkan tak ubahnya sekumpulan orang-orang bodoh lagi korup. Seperti kata Pram sendiri, novel ini merupakan epos tentang revolusi jiwa Angkatan Muda-dari jiwa jajahan, hamba, jongos, dan babu menjadi jiwa merdeka. Ada semacam kredo yang dipekikkan oleh Pramoedya dalam novel ini, bahwa proposal masa depan selalu berada di tangan Angkatan Muda. Merekalah kelompok ganda depan yang menjadi kekuatan penggerak, yang bangkit menjadi pemutar baling-baling sejarah masa depan. Di jiwa angkatan inilah terteken sebuah kehidupan yang baru.


Abstrak

Tidak ada data.

No. Barcode No. Panggil Lokasi Perpustakaan Lokasi Ruangan Kategori Akses Ketersediaan
00000112870 L.57.1417 PDS HB Jassin
Perpustakaan Pusat
PDS HB Jassin Lt.7 - Ruang Koleksi lantai 7 Koleksi Umum Baca di tempat Tersedia
No. Nama File Nama File Format Flash Format File Aksi
Tidak ada data.
Tag Ind1 Ind2 Isi
001 INLIS000000000033115
005 20251106025710
035 # # $a 0010-1125000188
007 ta
008 251106################g##########1#ind##
082 # # $a 813 [23]
084 # # $a L.57.1417
100 0 # $a Pramoedya Ananta Toer$e Pengarang
245 1 # $a Di tepi kali Bekasi /$c Pramoedya Ananta Toer
300 # # $a 266 halaman : $b ilustrasi ; $c 19 cm.
600 0 4 $a Pramoedya Ananta Toer, 1925-2006
264 # # $a Jakarta :$b Lentera Dipantara,$c 2003
336 # # $a teks$2 rdacontent
337 # # $a tanpa perantara$2 rdamedia
338 # # $a volume$2 rdacarrier
020 # # $a 979-97312-2-9
250 # # $a Cetakan pertama
650 # 4 $a Fiksi Indonesia
500 # # $a Lewat novel ini Pramudya ingin menjungkirkan cara pandang konvensional dalam melihat wacana sejarah revolusi Repúblik yang selalu menempatkan militer dan para jenderalnya sebagai kubu heroik dan pahlawan. Adapun tokoh-tokoh anonim yang tak memiliki aksesibilitas ke penulisan sejarah Istana, tersingkir dan lenyap. Mereka adalah kaum yang kalah dalam neraca sirkulasi kekuasaan. Pram berusaha menempatkan tokoh-tokoh anonim itu sedemikian rupa di tempatnya yang layak Tak ayal lagi perdekatan ini merupakan salah satu usaha yang brilian untuk melawan pendekatan sejaran yang selama ini tak pernah memperhitungkan pelbagai peristiwa yang sudah bilang (countless loss events), termasuk peristiwa-peristiwa sepele betulan, kekanak-kanakan, romansa cinta, yang mengiringi hiruk-pikuknya evolusi. Dalam novel ini, tokoh-tokoh anonim itu diwakili sejumlah kaum muda yang gagah-gagah. Farid, anak muda balia, adalah protagonis yang walaupun labil namun memiliki semangat membara untuk membela tanah air. Di tengah desakan kehidupan pragmatis yang dipinta dan diderakkan ayahnya, Farid melangkah tegar untuk membuktikan keyakinannya baliwa anak anuda juga bisa melakukan sesuatu untuk kepentingan bangsa dan negara. Dalam percakapan Farid dengan ayahnya kita melihat adanya distingsi yang tajam antara aktor aktor drama revolusi. Farid direpresentasikan Pramoedya sebagai anak muda yang progresif, sedangkan ayahnya adalah representasi dari Angkatan Tua yang memiliki sikap lembek dan hanya mengais untung dan titip nama dalam ritus panen pascarevolusi. Di sini, Angkatan Tua ditempatkan tak ubahnya sekumpulan orang-orang bodoh lagi korup. Seperti kata Pram sendiri, novel ini merupakan epos tentang revolusi jiwa Angkatan Muda-dari jiwa jajahan, hamba, jongos, dan babu menjadi jiwa merdeka. Ada semacam kredo yang dipekikkan oleh Pramoedya dalam novel ini, bahwa proposal masa depan selalu berada di tangan Angkatan Muda. Merekalah kelompok ganda depan yang menjadi kekuatan penggerak, yang bangkit menjadi pemutar baling-baling sejarah masa depan. Di jiwa angkatan inilah terteken sebuah kehidupan yang baru.
990 # # $a PDS15007-01