Hukum Administratif / Hukum Pidana Korupsi
Jenis Bahan
Monograf
Judul Alternatif
-
Pengarang
Irsan Arief, M. (Pengarang) ; Titis Adinda (Penyunting)
Edisi
Cetakan kedua, Juli 2022
Pernyataan Seri
-
Penerbitan
Jakarta : Mekar Cipta Lestari, 2022; © Mekar Cipta Lestari
Bahasa
Indonesia
Deskripsi Fisik
xii, 220 halaman ; 21 cm
Jenis Isi
teks
Jenis Media
tanpa perantara
Penyimpanan Media
volume
ISBN
9786235915098
ISSN
-
ISMN
-
Bentuk Karya
Bukan fiksi atau tidak didefinisikan
Target Pembaca
Umum
Catatan
-
Abstrak
Kriteria penyalahgunaan kewenangan dan diskresi yang dilakukan Pejabat Publik menurut perspektif hukum administrasi dan perspektif hukum pidana (tindak pidana korupsi) menjadi penting untuk dipahami agar tidak menimbulkan kekhawatiran terjadinya kriminalisasi (pertanggungjawaban pidana) atas perbuatan penyalahgunaan kewenangan atau diskresi yang dilakukan oleh Pejabat Publik. Kekhawatiran ini, di antaranya akan berdampak pada melambatnya proses penyelenggaraan negara, rendahnya penyerapan anggaran dan pelaksanaan program atau kegiatan pemerintahan yang tidak mencapai target. Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 25/PUU-XIV/2016 telah mengubah pendiriannya sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006 yang sebelumnya menyatakan bahwa Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor adalah termasuk delik formil (potential loss) telah bergeser menjadi delik materiil (actual loss) dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP). UU AP mengatur antara lain bahwa hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dapat berupa adanya kesalahan administrasi (penyalahgunaan wewenang dan diskresi) yang menimbulkan kerugian keuangan negara (Pasal 20 ayat (2) huruf c UU AP) mekanisme pertanggungjawabannya dilakukan dengan prosedur administrasi dan sanksi administrasi. Aturan ini, memperjelas “green area” (wilayah abu-abu) antara domain hukum administrasi dan domain hukum pidana/korupsi. Jika konsep maupun praktiknya tidak dipahami dengan baik dan benar, maka keberadaan UU AP akan melemahkan dan tidak sejalan dengan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Buku ini memberikan penjelasan mengenai benang merah penyalahgunaan kewenangan dan diskresi antara hukum administrasi dan hukum pidana/korupsi sehingga dapat dibedakan dengan jelas dan tepat karakteristik ranah hukum dari masing-masing bidang hukum tersebut.
| No. Barcode | No. Panggil | Lokasi Perpustakaan | Lokasi Ruangan | Kategori | Akses | Ketersediaan |
|---|---|---|---|---|---|---|
| 00006110063 | KC/342.06 IRS b |
Perpustakaan Jakarta - Kuningan Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. C22, Gedung Nyi Ageng Serang, Lt. 7 dan 8, Jakarta Selatan |
Kuningan Validasi (KCKR) - | Dalam Proses | Diolah | Diolah |
| No. | Nama File | Nama File Format Flash | Format File | Aksi |
|---|---|---|---|---|
| Tidak ada data. | ||||
| Tag | Ind1 | Ind2 | Isi |
|---|---|---|---|
| 001 | INLIS000000000847795 | ||
| 005 | 20230918112332 | ||
| 006 | a####g######000#0# | ||
| 007 | ta | ||
| 008 | 230918t2022####jki####g######000#0#ind## | ||
| 020 | # | # | $a 9786235915098 |
| 035 | # | # | $a 0010-0923000376 |
| 040 | # | # | $a JKPDJAK$b ind$c rda |
| 041 | # | # | $a ind |
| 082 | 0 | 4 | $a 342.06$2 [23] |
| 084 | # | # | $a KC/342.06 IRS b |
| 100 | 1 | # | $a Irsan Arief, M.$e Pengarang$e Irsan Arief, M.$e Pengarang |
| 245 | 1 | 0 | $a Benang merah penyalahgunaan kewenangan dan diskresi antara hukum administrasi dan hukum pidana / korupsi /$c M. Irsan Arief, S.H., M.H. ; penyunting, Titis Adinda |
| 250 | $a Cetakan kedua, Juli 2022 | ||
| 264 | # | 1 | $a Jakarta :$b Mekar Cipta Lestari,$c 2022 |
| 264 | # | 4 | $a © Mekar Cipta Lestari |
| 300 | # | # | $a xii, 220 halaman ; $c 21 cm |
| 336 | # | # | $a teks$2 rdacontent |
| 337 | # | # | $a tanpa perantara$2 rdamedia |
| 338 | # | # | $a volume$2 rdacarrier |
| 520 | # | # | $a Kriteria penyalahgunaan kewenangan dan diskresi yang dilakukan Pejabat Publik menurut perspektif hukum administrasi dan perspektif hukum pidana (tindak pidana korupsi) menjadi penting untuk dipahami agar tidak menimbulkan kekhawatiran terjadinya kriminalisasi (pertanggungjawaban pidana) atas perbuatan penyalahgunaan kewenangan atau diskresi yang dilakukan oleh Pejabat Publik. Kekhawatiran ini, di antaranya akan berdampak pada melambatnya proses penyelenggaraan negara, rendahnya penyerapan anggaran dan pelaksanaan program atau kegiatan pemerintahan yang tidak mencapai target. Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 25/PUU-XIV/2016 telah mengubah pendiriannya sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006 yang sebelumnya menyatakan bahwa Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor adalah termasuk delik formil (potential loss) telah bergeser menjadi delik materiil (actual loss) dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP). UU AP mengatur antara lain bahwa hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dapat berupa adanya kesalahan administrasi (penyalahgunaan wewenang dan diskresi) yang menimbulkan kerugian keuangan negara (Pasal 20 ayat (2) huruf c UU AP) mekanisme pertanggungjawabannya dilakukan dengan prosedur administrasi dan sanksi administrasi. Aturan ini, memperjelas “green area” (wilayah abu-abu) antara domain hukum administrasi dan domain hukum pidana/korupsi. Jika konsep maupun praktiknya tidak dipahami dengan baik dan benar, maka keberadaan UU AP akan melemahkan dan tidak sejalan dengan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Buku ini memberikan penjelasan mengenai benang merah penyalahgunaan kewenangan dan diskresi antara hukum administrasi dan hukum pidana/korupsi sehingga dapat dibedakan dengan jelas dan tepat karakteristik ranah hukum dari masing-masing bidang hukum tersebut. |
| 521 | # | # | $a Umum |
| 650 | # | 4 | $a Hukum Administratif |
| 650 | # | 4 | $a Hukum Pidana Korupsi |
| 700 | 0 | # | $a Titis Adinda$e Penyunting |
| 850 | # | # | $a JKPDJAK |
| 990 | # | # | $a D020583/23 |