#

Empat Wajah Desentralisasi : Membaca Dekade Kedua Otonomi Daerah Di Indonesia

Otonomi

Jenis Bahan

Monograf

Judul Alternatif

-

Pengarang

Robert Na Endi Jaweng (Pengarang)

Edisi

-

Pernyataan Seri

-

Penerbitan

Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2022

Bahasa

Indonesia

Deskripsi Fisik

x, 438 halaman : ilustrasi ; 23 cm

Jenis Isi

Teks

Jenis Media

Tanpa Perantara

Penyimpanan Media

Volume

ISBN

9786233463591

ISSN

-

ISMN

-

Bentuk Karya

Bukan fiksi atau tidak didefinisikan

Target Pembaca

Tidak diketahui / tidak ditentukan

Catatan

-


Abstrak

Di banyak negara, mozaik desentralisasi umumnya diisi oleh empat dimensi pokok: dimensi politik, administrasi, fiskal dan ekonomi. Kategorisasi tersebut sudah lazim dikenal dalam diskursus akademik, desain kebijakan, maupun praktik aktual di lapangan. Di negeri ini, sejak otonomi berjalan pada 2001 silam, pemerintah mengintrodusir dan menerapkan keempat dimensi tersebut secara sekaligus. Aksentuasi dan prioritas bisa saja berbeda pada setiap priode kebijakan. Mula-mula, desentralisasi politik tampak menonjol, dilapisi dengan dengan desentralisasi fiskal yang relatif kuat. Sementara desentralisasi administrasi maupun ekonomi menjadi bagian inheren dalam substansi kebijakan dan lebih-lebih pada tingkat pelaksanaan di daerah. Pilihan strategi tersebut tentu tak terlepas dari konteks politik dan lingkungan kebijakan masa awal transisi demokrasi. Namun, setelah dua puluh tahun berotonomi, kita bergerak menuju titik desentralisasi berkeseimbangan. Saat ini kita memang berfokus kepada daya dukung administrasi, tata kelola fiskal dan kinerja ekonomi daerah, namun ruang bagi desentralisasi politik berbasis partisipasi (pilkada langsung), deliberasi (kebijakan publik) dan representasi (perwakilan lokal) relatif tetap terjaga. Orientasi kepada structural-efficiency model dengan local-democracy model senantiasa coba dijalankan dalam langgam yang relatif seirama.

No. Barcode No. Panggil Lokasi Perpustakaan Lokasi Ruangan Kategori Akses Ketersediaan
00006011624 352.14 ROB e Perpustakaan Jakarta - Cikini
Jln. Cikini Raya No. 73, Komplek Taman Ismail marzuki, Jakarta Pusat
Cikini Umum - Lantai 4 dan Lantai 5 Koleksi Umum Dapat dipinjam Tersedia
No. Nama File Nama File Format Flash Format File Aksi
Tidak ada data.
Tag Ind1 Ind2 Isi
001 INLIS000000000842068
005 20230307011135
006 a####g############
007 ta
008 230307###########################0#ind##
020 # # $a 9786233463591
035 # # $a 0010-0323000231
040 # # $a JKPDJAK$b Ind$c RDA
041 # # $a Ind
082 # # $a 352.14$2 [23]
084 # # $a 352.14 ROB e
100 0 # $a Robert Na Endi Jaweng$e Pengarang$e Robert Na Endi Jaweng$e Pengarang
245 1 # $a Empat wajah desentralisasi : $b membaca dekade kedua otonomi daerah di Indonesia /$c Robert Na Endi Jaweng
264 # # $a Jakarta :$b Penerbit Buku Kompas,$c 2022
300 # # $a x, 438 halaman : $b ilustrasi ; $c 23 cm
336 # # $a Teks$2 rdacontent
337 # # $a Tanpa Perantara$2 rdamedia
338 # # $a Volume$2 rdacarrier
520 # # $a Di banyak negara, mozaik desentralisasi umumnya diisi oleh empat dimensi pokok: dimensi politik, administrasi, fiskal dan ekonomi. Kategorisasi tersebut sudah lazim dikenal dalam diskursus akademik, desain kebijakan, maupun praktik aktual di lapangan. Di negeri ini, sejak otonomi berjalan pada 2001 silam, pemerintah mengintrodusir dan menerapkan keempat dimensi tersebut secara sekaligus. Aksentuasi dan prioritas bisa saja berbeda pada setiap priode kebijakan. Mula-mula, desentralisasi politik tampak menonjol, dilapisi dengan dengan desentralisasi fiskal yang relatif kuat. Sementara desentralisasi administrasi maupun ekonomi menjadi bagian inheren dalam substansi kebijakan dan lebih-lebih pada tingkat pelaksanaan di daerah. Pilihan strategi tersebut tentu tak terlepas dari konteks politik dan lingkungan kebijakan masa awal transisi demokrasi. Namun, setelah dua puluh tahun berotonomi, kita bergerak menuju titik desentralisasi berkeseimbangan. Saat ini kita memang berfokus kepada daya dukung administrasi, tata kelola fiskal dan kinerja ekonomi daerah, namun ruang bagi desentralisasi politik berbasis partisipasi (pilkada langsung), deliberasi (kebijakan publik) dan representasi (perwakilan lokal) relatif tetap terjaga. Orientasi kepada structural-efficiency model dengan local-democracy model senantiasa coba dijalankan dalam langgam yang relatif seirama.
650 # 4 $a Otonomi
850 # # $a JKPDJAK
990 # # $a D007544/23