#

Peranan DPRD Dalam Pengambilan Kebijakan Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Jenis Bahan

Monograf

Judul Alternatif

-

Pengarang

Aryojati Ardipandanto (penulis) ; Prayudi (penulis) ; Ahmad Budiman (penulis) ; Aulia Fitri (penulis) ; Lili Romli (penyunting)

Edisi

Cetakan pertama: Desember 2020

Pernyataan Seri

-

Penerbitan

Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020

Bahasa

-

Deskripsi Fisik

xx, 148 halaman ; 23 cm.

Jenis Isi

teks

Jenis Media

tanpa perantara

Penyimpanan Media

volume

ISBN

9786233210614

ISSN

-

ISMN

-

Bentuk Karya

-

Target Pembaca

-

Catatan

Bibliografi : halaman 38, 71, 105-106, 136|Indeks : halaman 143-145


Abstrak

DPRD sebagai lembaga politik perwakilan rakyat dituntut untuk dapat mewujudkan kedaulatan rakyat dalam setiap langkah-langkah konstitusionalnya terkait fungsi legislasi, fungsi pengawasan, dan fungsi penetapan anggaran daerah. Pada kenyataannya, sejarah politik ketatanegaraan Indonesia sejak jauh di masa lampau seperti awal kemerdekaan, kurun waktu demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, masa Orde Baru, hingga pada periode mutakhir perkembangan sistem kenegaraan di masa reformasi sesudah 1998 selalu mengalami pasang surut. Ketika di masa awal reformasi, semula diharapkan dapat menciptakan peran DPRD dan hubungan eksekutif-legislatif di tingkat daerah yang bersifat check and balances, ternyata tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Masih terombang ambing dalam dominasi kutub kekuasaan salah satu pihak, bahkan tidak saja secara kelembagaan demokrasi yang ada, tetapi juga diikat dalam struktur birokrasi secara ketat. Bahkan, pada kasus tertentu ketidaktegasan posisi kelembagaan perwakilan politik rakyat dari DPRD dalam kebijakan daerah, bisa terjebak pada tindakan-tindakan penyimpangan kekuasaan. Kondisi yang tidak stabil demikian terlihat, baik pada saat awal reformasi itu sendiri, ketika berlaku UU No. 22 Tahun 1999 yang bersemangat memperkuat peran DPRD dengan memangkas peran dan kewenangan kepala daerah dan jajaran pejabat inti di eksekutif daerah. Tetapi ini juga masih berlangsung justru ketika sesudah diterapkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yang ditindaklanjuti oleh pemilihan langsung kepala daerah oleh rakyat atau dikenal sebagai rezim pilkada dan sesudah revisi UU Pemda dimaksud. Persoalannya bukan pada struktur kepemilihan kepala daerah secara langsung atau melalui DPRD dalam penguatan peran perwakilan politik dari DPRD itu sendiri. Tetapi kebutuhan reformasi dari infrastruktur kepartaian yang lebih mendasar sifatnya dalam rangka penguatan demokrasi hingga ke tingkat lokal, merupakan persoalan yang belum terjawab tuntas hingga saat ini. Itu sebabnya, akses dan kepemilikan asset daerah yang tidak diletakkan dalam relasi antara para wakil rakyat di DPRD melalui fraksi-fraksi setempat sebagai kepanjangan tangan kepentingan politik partai dengan kepala daerah dalam konteks yang pararel dengan kebutuhan rakyat setenpat, menyebabkan posisi DPRD tidak terlampau signifikan dalam pembuatan kebijakan daerah. Posisi tadi seperti halnya antara lain dalam penyusunan, pembahasan, dan penetapan Raperda menjadi Perda, termasuk dalam hal penetapan APBD. Catatan dari masing-masing tulisan dengan subtema yang dihadirkan buku ini jelas menunjukkan ketidakpararelan secara ketat dan bahkan gamangnya benang merah relasi agenda kebijakan daerah dengan peran DPRD dalam konteks kebijakan daerah dimaksud. Sehubungan ini, maka reformulasi dari kebutuhan penguatan infrastruktur kepartaian dengan sumber daya politiknya di DPRD secara terbuka bagi supervisi publik, merupakan inti jawaban dalam upaya penguatan peran DPRD sebagai lembaga politik perwakilan rakyat dalam pembuatan kebijakan daerah dimaksud.

No. Barcode No. Panggil Lokasi Perpustakaan Lokasi Ruangan Kategori Akses Ketersediaan
00005710073 KC/306.23 PER Perpustakaan Jakarta - Cikini
Jln. Cikini Raya No. 73, Komplek Taman Ismail marzuki, Jakarta Pusat
Cikini Deposit - Lantai 6 KCKR lantai 6 Baca di tempat Tersedia
No. Nama File Nama File Format Flash Format File Aksi
Tidak ada data.
Tag Ind1 Ind2 Isi
001 INLIS000000000829566
005 20220512014221
007 ta
020 # # $a 9786233210614
035 # # $a 0010-0522000139
040 # # $a JKPDJAK$b ind$e rda
041 0 # $a ind
082 1 4 $a 306.23
084 # # $a KC/306.23 PER
245 # # $a Peranan DPRD dalam pengambilan kebijakan daerah /$c Aryojati Ardipandanto, Prayudi, Ahmad Budiman, Aulia Fitri ; penyunting, Lili Romli
250 # # $a Cetakan pertama: Desember 2020
264 # # $a Jakarta :$b Yayasan Pustaka Obor Indonesia,$c 2020
300 # # $a xx, 148 halaman ; 23 cm.
336 # # $a teks$2 rdacontent
337 # # $a tanpa perantara$2 rdamedia
338 # # $a volume$2 rdacarrier
504 # # $a Bibliografi : halaman 38, 71, 105-106, 136
505 # # $a Indeks : halaman 143-145
520 # # $a DPRD sebagai lembaga politik perwakilan rakyat dituntut untuk dapat mewujudkan kedaulatan rakyat dalam setiap langkah-langkah konstitusionalnya terkait fungsi legislasi, fungsi pengawasan, dan fungsi penetapan anggaran daerah. Pada kenyataannya, sejarah politik ketatanegaraan Indonesia sejak jauh di masa lampau seperti awal kemerdekaan, kurun waktu demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, masa Orde Baru, hingga pada periode mutakhir perkembangan sistem kenegaraan di masa reformasi sesudah 1998 selalu mengalami pasang surut. Ketika di masa awal reformasi, semula diharapkan dapat menciptakan peran DPRD dan hubungan eksekutif-legislatif di tingkat daerah yang bersifat check and balances, ternyata tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Masih terombang ambing dalam dominasi kutub kekuasaan salah satu pihak, bahkan tidak saja secara kelembagaan demokrasi yang ada, tetapi juga diikat dalam struktur birokrasi secara ketat. Bahkan, pada kasus tertentu ketidaktegasan posisi kelembagaan perwakilan politik rakyat dari DPRD dalam kebijakan daerah, bisa terjebak pada tindakan-tindakan penyimpangan kekuasaan. Kondisi yang tidak stabil demikian terlihat, baik pada saat awal reformasi itu sendiri, ketika berlaku UU No. 22 Tahun 1999 yang bersemangat memperkuat peran DPRD dengan memangkas peran dan kewenangan kepala daerah dan jajaran pejabat inti di eksekutif daerah. Tetapi ini juga masih berlangsung justru ketika sesudah diterapkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yang ditindaklanjuti oleh pemilihan langsung kepala daerah oleh rakyat atau dikenal sebagai rezim pilkada dan sesudah revisi UU Pemda dimaksud. Persoalannya bukan pada struktur kepemilihan kepala daerah secara langsung atau melalui DPRD dalam penguatan peran perwakilan politik dari DPRD itu sendiri. Tetapi kebutuhan reformasi dari infrastruktur kepartaian yang lebih mendasar sifatnya dalam rangka penguatan demokrasi hingga ke tingkat lokal, merupakan persoalan yang belum terjawab tuntas hingga saat ini. Itu sebabnya, akses dan kepemilikan asset daerah yang tidak diletakkan dalam relasi antara para wakil rakyat di DPRD melalui fraksi-fraksi setempat sebagai kepanjangan tangan kepentingan politik partai dengan kepala daerah dalam konteks yang pararel dengan kebutuhan rakyat setenpat, menyebabkan posisi DPRD tidak terlampau signifikan dalam pembuatan kebijakan daerah. Posisi tadi seperti halnya antara lain dalam penyusunan, pembahasan, dan penetapan Raperda menjadi Perda, termasuk dalam hal penetapan APBD. Catatan dari masing-masing tulisan dengan subtema yang dihadirkan buku ini jelas menunjukkan ketidakpararelan secara ketat dan bahkan gamangnya benang merah relasi agenda kebijakan daerah dengan peran DPRD dalam konteks kebijakan daerah dimaksud. Sehubungan ini, maka reformulasi dari kebutuhan penguatan infrastruktur kepartaian dengan sumber daya politiknya di DPRD secara terbuka bagi supervisi publik, merupakan inti jawaban dalam upaya penguatan peran DPRD sebagai lembaga politik perwakilan rakyat dalam pembuatan kebijakan daerah dimaksud.
521 1 # $a dewasa
650 # # $a Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
700 0 # $a Ahmad Budiman$e penulis
700 0 # $a Aryojati Ardipandanto$e penulis
700 0 # $a Aulia Fitri$e penulis
700 0 # $a Lili Romli$e penyunting
700 0 # $a Prayudi$e penulis
850 # # $a JKPDJAK
990 # # $a D004812/22