#

Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara Di Lingkungan Peradilan Agama

Hukum / Peradilan Agama

Jenis Bahan

Monograf

Judul Alternatif

-

Pengarang

-

Edisi

Cetakan Kesatu : Januari 2008

Pernyataan Seri

-

Penerbitan

Bandung : CV. Mandar Maju, 2008

Bahasa

Indonesia

Deskripsi Fisik

xvi, 625 Halaman ; 22 cm

Jenis Isi

teks

Jenis Media

tanpa perantara

Penyimpanan Media

volume

ISBN

979-538-318-3

ISSN

-

ISMN

-

Bentuk Karya

Bukan fiksi atau tidak didefinisikan

Target Pembaca

Anak dan remaja

Catatan

-


Abstrak

Khazanah perundang-undangan kita mengenal adanya empat lingkungan peradilan yang salah satunya adalah lingkungan peradilan agama. Eksistensi lembaga ini bukan sebagai identitas negara Islam, juga bukan karena komunitas Muslim sebagai warga negara mayoritas di negeri ini, melainkan karena dia merupakan kebutuhan masyarakat Muslim dalam penegakan hukum Islam. Karena itu, dia bukan lembaga keagamaan, melainkan sebagai lembaga yudisial. Dalam kondisi sistem hukum dan ketatanegaraan yang bagaimanapun dalam rangkaian sejarah hukum di Indonesia, lembaga ini senantiasa ada dan hidup sesuai dengan keadaan masyarakat dan tuntutan zamannya. Walaupun keberadaan lembaga ini baru diformalisasikan oleh pemerintah kolonial pada tahun 1882, tetapi kehadirannya di nusantara sudah berlangsung jauh sebelum itu karena cikalbakalnya telah lahir bersamaan dengan masuknya Islam ke wilayah ini. Tapi sayang, lembaga yang demikian tua dan dibutuhkan masyarakat itu, mendapatkan perlakuan yang tidak pada tempatnya (marjinalisasi) dan perlakuan demikian bukan saja terjadi pada masa kolonial, tetapi juga merembet sampai pada masa pascakemerdekaan. Lembaga ini dibiarkan berada dalam keadaan kalau meminjam konstatasi Prof. DR. Bustanul Arifin, S.H. seperti kerakap tumbuh di batu, la yahya wala yamutu, wujuduhu kaadamihi, hidup segan mati tak mau, adanya sama dengan tiada. Setelah mengalami proses marjinalisasi yang demikian panjang, akhirnya peradilan agama mendapatkan juga wadahnya, yakni Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989. Kelahiran undang-undang ini sebagai lompatan besar, yang dari segi perundang-undangan merupakan lompatan seratus tahun dan dari segi hukum substantif sebagai lompatan seratus windu. Selain membicarakan eksistensi dan sejarah, buku ini juga membicarakan soal cara beracara yang bersumber pada undang-undang bersangkutan dan dikaitkan pula dengan peraturan perundangan-undangan lainnya.

No. Barcode No. Panggil Lokasi Perpustakaan Lokasi Ruangan Kategori Akses Ketersediaan
00005304596 297.461 MAN r Perpustakaan Jakarta Utara - Koja
Jl. Logistik Raya No. 2 Kelurahan Tugu Selatan Kecamatan Koja Jakarta Utara
RUANG KOLEKSI UMUM UTARA - Koleksi Dewasa Lantai 3 Koleksi Umum Dapat dipinjam Tersedia
00005304597 297.461 MAN r Perpustakaan Jakarta Utara - Koja
Jl. Logistik Raya No. 2 Kelurahan Tugu Selatan Kecamatan Koja Jakarta Utara
RUANG KOLEKSI UMUM UTARA - Koleksi Dewasa Lantai 3 Koleksi Umum Dapat dipinjam Tersedia
No. Nama File Nama File Format Flash Format File Aksi
Tidak ada data.
Tag Ind1 Ind2 Isi
001 INLIS000000000782914
005 20200828103945
007 ta
008 200828################j##########0#ind##
020 # # $a 979-538-318-3
035 # # $a 0010-0820000522
082 # # $a 297.461
084 # # $a 297.461 MAN r
245 # # $a Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara Di Lingkungan Peradilan Agama /$c Drs. Abdul Manaf, M.H.
250 # # $a Cetakan Kesatu : Januari 2008
264 # # $a Bandung :$b CV. Mandar Maju,$c 2008
300 # # $a xvi, 625 Halaman ; $c 22 cm
336 # # $a teks$2 rdacontent
337 # # $a tanpa perantara$2 rdamedia
338 # # $a volume$2 rdacarrier
520 # # $a Khazanah perundang-undangan kita mengenal adanya empat lingkungan peradilan yang salah satunya adalah lingkungan peradilan agama. Eksistensi lembaga ini bukan sebagai identitas negara Islam, juga bukan karena komunitas Muslim sebagai warga negara mayoritas di negeri ini, melainkan karena dia merupakan kebutuhan masyarakat Muslim dalam penegakan hukum Islam. Karena itu, dia bukan lembaga keagamaan, melainkan sebagai lembaga yudisial. Dalam kondisi sistem hukum dan ketatanegaraan yang bagaimanapun dalam rangkaian sejarah hukum di Indonesia, lembaga ini senantiasa ada dan hidup sesuai dengan keadaan masyarakat dan tuntutan zamannya. Walaupun keberadaan lembaga ini baru diformalisasikan oleh pemerintah kolonial pada tahun 1882, tetapi kehadirannya di nusantara sudah berlangsung jauh sebelum itu karena cikalbakalnya telah lahir bersamaan dengan masuknya Islam ke wilayah ini. Tapi sayang, lembaga yang demikian tua dan dibutuhkan masyarakat itu, mendapatkan perlakuan yang tidak pada tempatnya (marjinalisasi) dan perlakuan demikian bukan saja terjadi pada masa kolonial, tetapi juga merembet sampai pada masa pascakemerdekaan. Lembaga ini dibiarkan berada dalam keadaan kalau meminjam konstatasi Prof. DR. Bustanul Arifin, S.H. seperti kerakap tumbuh di batu, la yahya wala yamutu, wujuduhu kaadamihi, hidup segan mati tak mau, adanya sama dengan tiada. Setelah mengalami proses marjinalisasi yang demikian panjang, akhirnya peradilan agama mendapatkan juga wadahnya, yakni Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989. Kelahiran undang-undang ini sebagai lompatan besar, yang dari segi perundang-undangan merupakan lompatan seratus tahun dan dari segi hukum substantif sebagai lompatan seratus windu. Selain membicarakan eksistensi dan sejarah, buku ini juga membicarakan soal cara beracara yang bersumber pada undang-undang bersangkutan dan dikaitkan pula dengan peraturan perundangan-undangan lainnya.
650 # 4 $a Hukum
650 # 4 $a Peradilan Agama
990 # # $a 10578/KPAK-JU/XI/11
990 # # $a 10580/KPAK-JU/XI/11
990 # # $a 10580/KPAK-JU/XI/11
990 # # $a U010578/11
990 # # $a U010578/11
990 # # $a U010580/11